About Me

My photo
irawan widi pradipta 21080110130039

Monday, October 17, 2011

Sekar Pangkur


SEKAR PANGKUR dene KI PADHOSUKOTJO
Eman-eman para mudha
Lamun tanpa sastra kagunan sepi
Nadyan darbe rupa bagus
Tur sugih busanarta
Nanging lamun tanpa sastra rai samun
Sekar tepus saupama
Amrengangah nora wangi

Ketika melantunkan sekar macapat di atas sempat berpikir sejenak arti dari sekar tersebut. Saat itu tersadar bahwa dengan jelas Sekar Pangkur ini menunjukkan kepada kita betapa sia-sianya hidup para pemuda saat ini. Hidup mereka seakan tanpa ‘sastra’ atau bisa diartikan semacam norma. Hal ini bisa kita lihat sendiri bagaimana pemuda jaman sekarang yang hidup seenaknya sendiri, gaya hidup yang terlampau bebas sampai seakan-akan tidak ada yang bisa mengendalikan, tidak ada lagi norma dalam diri mereka. Meskipun diakui bahwa dalam hal penampilan mereka memang memiliki wajah yang rupawan, hidup bergelimang harta, tetapi kalau tidak diikuti dengan norma-norma yang ada sama saja itu kosong, tidak ada gunanya. Mungkin kesadaran akan dirinya yang lebih daripada yang lain inilah yang kemudian menjadikan mereka menjadi bebas tak terkendali. Melihat kenyataan ini Ki Padhosukotjo, pencipta tembang di atas, mengibaratkan mereka seperti bunga bangkai yang mekar begitu indah tetapi tidak mengeluarkan harumnya. Sekarang tergantung bagaimana kita masing-masing, ingin seperti bunga bangkai yang meskipun mekar begitu indah tetapi tidak mengeluarkan harumnya, atau ingin menjadi bunga melati yang walaupun masih menjadi kuncup tetapi sudah mengeluarkan harum yang semerbak ? Perlu kita sadari bahwa saat ini Indonesia butuh para pemuda seperti kuncup bunga melati yang meskipun dibilang masih muda tetapi bisa memberikan dampak positif untuk negara ini, bukan malah menambah masalah. Buktikan kalau kita sebagai generasi muda mampu menjadi teladan yang baik.
            “ Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesuciaanmu. “ ( II Timotius 4 : 12 )

Sekar Sinom

SEKAR SINOM dene Raden Ngabehi Ronggowarsito
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu ngedan nora tahan
Yen tan melu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada

Sekar ini merupakan bagian dari Serat Kalatidha yang dibuat oleh Raden Ronggowarsito pada saat jaman Kalatidha, yaitu jaman edan karena akal sehat tidak dipakai. Raden Ronggowarsito membuat Serat Kalatidha setelah melihat kondisi pada saat itu yang orang-orangnya lebih senang mengikuti budaya dari luar yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya asli. Ini mengakibatkan semakin lunturnya budaya asli bangsa Indonesia pada saat itu. Dan ternyata jaman Kalatidha itu masih ada sampai sekarang bahkan lebih parah dari jaman dulu. Pada jaman sekarang manusia terkenal dengan budaya hidup ‘ngedan’. Apa itu budaya hidup ‘ngedan’ ? Budaya hidup ini adalah budaya hidup yang menghalalkan segala cara untuk mendapat kehidupan yang layak. Manusia tidak menggunakan akal sehatnya lagi untuk berpikir apakah yang dilakukannya itu baik atau tidak. Sebagai contohnya bisa kita lihat sendiri bagaimana korupsi itu sudah menjadi tradisi di negara ini. Aksi suap menyuap sudah menjadi hal yang sangat wajar . Sekar macapat di atas memeringatkan kita bahwa aksi-aksi kotor tersebut malah akan membuat kita sengsara pada akhirnya. Namun orang yang senantiasa ingat dan takut akan Tuhan justru itulah yang akan beruntung pada akhirnya. Bukan keuntungan materi duniawi yang hanya sesaat melainkan beroleh hidup yang kekal. Dan sebagai orang yang beriman janganlah kita ikut-ikutan apa yang sudah terjadi, tetapi marilah kita bawa perubahan dengan hidup seturut kehendak Allah untuk berbeda dengan dunia ini.

            “ Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. “ ( Roma 12 : 2 )

Ing Kene


ing kene
awakku lungkrah sumendhe
nyoba nggambarake endahe dina wingi
gegojegan karo sliramu
ngrakit sewu crita

ing kene
awakku lungkrah sumendhe
ngaso saka anggone lara ati iki

nanging ing kene
awakku lungkrah sumendhe
disekseni cahyaning rembulan
sliraku tetep setya ngenteni sliramu

karipta dening Irawan W.P. / 2007