SEKAR PANGKUR dene KI PADHOSUKOTJO
Eman-eman para mudha
Lamun tanpa sastra kagunan sepi
Nadyan darbe rupa bagus
Tur sugih busanarta
Nanging lamun tanpa sastra rai samun
Sekar tepus saupama
Amrengangah nora wangi
Ketika melantunkan sekar macapat di atas sempat berpikir sejenak arti dari sekar tersebut. Saat itu tersadar bahwa dengan jelas Sekar Pangkur ini menunjukkan kepada kita betapa sia-sianya hidup para pemuda saat ini. Hidup mereka seakan tanpa ‘sastra’ atau bisa diartikan semacam norma. Hal ini bisa kita lihat sendiri bagaimana pemuda jaman sekarang yang hidup seenaknya sendiri, gaya hidup yang terlampau bebas sampai seakan-akan tidak ada yang bisa mengendalikan, tidak ada lagi norma dalam diri mereka. Meskipun diakui bahwa dalam hal penampilan mereka memang memiliki wajah yang rupawan, hidup bergelimang harta, tetapi kalau tidak diikuti dengan norma-norma yang ada sama saja itu kosong, tidak ada gunanya. Mungkin kesadaran akan dirinya yang lebih daripada yang lain inilah yang kemudian menjadikan mereka menjadi bebas tak terkendali. Melihat kenyataan ini Ki Padhosukotjo, pencipta tembang di atas, mengibaratkan mereka seperti bunga bangkai yang mekar begitu indah tetapi tidak mengeluarkan harumnya. Sekarang tergantung bagaimana kita masing-masing, ingin seperti bunga bangkai yang meskipun mekar begitu indah tetapi tidak mengeluarkan harumnya, atau ingin menjadi bunga melati yang walaupun masih menjadi kuncup tetapi sudah mengeluarkan harum yang semerbak ? Perlu kita sadari bahwa saat ini Indonesia butuh para pemuda seperti kuncup bunga melati yang meskipun dibilang masih muda tetapi bisa memberikan dampak positif untuk negara ini, bukan malah menambah masalah. Buktikan kalau kita sebagai generasi muda mampu menjadi teladan yang baik.
“ Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesuciaanmu. “ ( II Timotius 4 : 12 )